RAMUAN HERBAL UNTUK PENGOBATAN
PENYAKIT HEPATITIS
Desyana Natalia
Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota
NIM : 08161021
ABSTRAK
Hepatitis
merupakan penyakit yang disebabkan oleh peradangan jaringan hati karena infeksi
virus, bakteri Salmonella typhi,
parasit, alkohol, cacing, obat-obatan, dan gizi yang buruk. Hepatitis juga
dikenal dengan istilah sakit liver atau sakit kuning. Penyakit hepatitis
terbanyak disebabkan oleh virus. Virus hepatitis terdiri dari virus hepatitis
A, B, C, D, E, F, dan G.
Melihat
hasil pengobatan penyakit hepatitis menggunakan pengobatan modern masih belum
memuaskan dan angka kekambuhan yang cukup tinggi, dan harga pengobatan yang
sangat mahal. Dengan harga pengobatan yang sangat mahal ini membuat beberapa
penderita yang kurang mampu kesulitan untuk membayarnya. Sehingga membuat
penderita beralih ke penggunaan metode pengobatan alternative atau pengobatan
tradisional.
Kata
kunci : hepatitis,
herbal, virus
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Hati merupakan pusat metabolisme
tubuh yang mempunyai banyak fungsi dan penting untuk mempertahankan hidup.
Posisi organ hati terletak di perut bagian kanan atas, yakni di belakang iga.
Sebutan lain dari organ hati adalah liver atau hepar. Hati juga berperan dalam
pertahanan tubuh, baik berupa proses penawar racun maupun fungsi perlindungan.
Penyakit yang dapat menyerang organ hati salah satunya adalah penyakit
hepatitis.
Hepatitis merupakan penyakit yang
disebabkan oleh peradangan jaringan hati karena infeksi virus, bakteri Salmonella typhi, parasit, alkohol,
cacing, obat-obatan, dan gizi yang buruk. Hepatitis juga dikenal dengan istilah
sakit liver atau sakit kuning. Penyakit hepatitis terbanyak disebabkan oleh
virus. Virus hepatitis terdiri dari virus hepatitis A, B, C, D, E, F, dan G.
Berdasarkan perjalanan penyakitnya dibedakan menjadi hepatitis akut dan
hepatitis kronis.(Dalimartha,2005)
Hepatitis merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang serius baik di dunia maupun di Indonesia karena
jumlah penderitanya yang semakin meningkat setiap tahunnya. Lebih dari 2 milyar
penduduk dunia pernah terkena penyakit ini(Dalimartha,2005). Pengidap hepatitis
juga semakin bertambah dengan adanya penggunaan narkotika berupa suntikan. Pada
saat ini diperkirakan 400 juta penduduk dunia mengidap penyakit hepatitis.
Upaya pengobatan penyakit hepatitis ini terus dilakukan agar dapat mengurangi
penderita penyakit hepatitis.
Sampai saat ini terdapat 3 macam pengobatan
hepatitis yang mendapat persetujuan dari FDA (Food and Drug Administration) yaitu IFN, lamivudien, dan adefovir
dipivoxil. Pengobatan hepatitis juga mengalami kemajuan pesat dengan
pengobatan kombinasi yaitu pegylated
interferon dan ribavirin. Melihat
hasil pengobatan penyakit hepatitis menggunakan pengobatan modern masih belum memuaskan
dan angka kekambuhan yang cukup tinggi, dan harga pengobatan yang sangat mahal.
Dengan harga pengobatan yang sangat mahal ini membuat beberapa penderita yang
kurang mampu kesulitan untuk membayarnya. Sehingga membuat penderita beralih ke
penggunaan metode pengobatan alternative atau pengobatan
tradisional.(Dalimartha,2005)
Dengan adanya jurnal ini
diharapkan masyarakat bisa menambah pengetahuannya karena sebenarnya di
lingkungan sekitar terdapat tumbuhan obat yang berkhasiat antivirus, anti-inflammasi, antofibrosis imunomodulator
yang dapat mengobati penyakit hepatitis.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan
latar belakang, dan fokus masalah di atas, maka di dapat dirumuskan suatu
masalah yakni :
·
Bagaimana cara mengobati penyakit
hepatitis tanpa mengeluarkan biaya yang mahal?
·
Bagaimana cara mengobati hepatitis
menggunakan ramuan herbal ?
·
Bagaimana cara membuat ramuan herbal
untuk pengobatan penyakit hepatitis ?
1.3
Tujuan
Sesuai dengan masalah
yang diangkat di atas, tujuan penelitian ini adalah :
·
Untuk mengobati penyakit hepatitis tanpa
mengeluarkan biaya yang mahal
·
Untuk mengobati hepatitis menggunakan
ramuan herbal
·
Untuk membuat ramuan herbal untuk
pengobatan penyakit hepatitis
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
PENGERTIAN
HEPATITIS
Hepatitis adalah suatu proses
peradangan pada jaringan hati. Secara popular dikenal juga dengan istilah
penyakit hati, skit liver, atau sakit kuning. Namun, istilah sakit kuning
(ikterik atau jaundice) dapat menimbulkan keracunan karena tidak semua sakit kuning
disesbabkan oleh radang hati.
Penyakit
hepatitis terbanyak disebabkan oleh virus. Berdasarkan perjalanan penyakitnya
dibedakan menjadi hepatitis akut dan hepatitis kronis. Disebut hepatitis
kronis, bila penyakitnya masih berlangsung setelah enam bulan.
Kencenderungan
meningkatnya jumlah penderitaan hepatitis terutama oleh virus, saat ini sudah
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan penanganan lebih baik.
Hal ini disebabkan sebagai infeksi virus hepatitis akan menjadi kronis, yang bisa
berlanjut menjadi sirosis dan kanker hati, serta berakhir dengan kematian
(Afifah,2003).
B.
GEJALA
KLINIS
Setiap proses peradangan akan
menimbulkan gejala.berat ringannya gejala yang timbul tergantung dari ganasnya
penyebab penyakit (patogenitas) dan daya tahan tubuh penderita. Oleh karena
penyebab terbanyak penyakit hepatitis disebabkan oleh virus maka pembahasan
selanjutnya lebih ditekankan pada hepatitis virus. Keluhan dan gejala klinis
penyakit hepatitis virus umumnya sama. Yang berbeda hanyalah perkembangan
penyakitnya. Pada hepatitis akut terjadi peradangan (inflasi) diseluruh hati
disertai dengan kematian (nekrosis) sel hati. Adanya inflamasi dan nekrosis sel
hati akan memberikan gambaran khas secara klinis, biokimiawi, imunologis, dan
morfologi penyakit yang menjadi dasar untuk menegakan diagnosis.
Secara umum penyakit hepatits
mengenal empat stadium yang timbul akibat proses peradangan hati akut oleh
virus, yaitu masa tunas, fase prodromal, fase kuning, dan fase penyembuhan.
1. Masa
tunas
Yaitu sejak masuknya virus pertama
kali ke dalam tubuh sampai menimbulkan gejala klinis. Masa tunas dari
masing-masing penyebab virus hepatitis tidaklah sama. kerusakan sel-sel hati
terutama terjadi pada stadium ini.
2. Fase
prodromal
Fase ini berlangsung beberapa hari.
Timbul gejala dan keluhan pada penderita seperti badan terasa lemas, cepat
lelah, lesu, tidak nafsu makan, mual, muntah, dan lain-lain yang menjadi terasa
sakit badan. Karena keluhan di atas seperti sakit flu, maka keadaan diatas
disebut pula sindroma flu
3. Fase
kuning
Biasanya setelah suhu badan
menurun, warna urine penderita berubah menjadi kuning pekat seperti air teh.
Bagian putih dari bola mata menjadi kekuning-kuningan yang disebut juga
ikterik. Bila terjadi hambatan aliran empedu yang masuk kedalam usus halus,
maka tinja akan berubah warna pucat seperti dempul, yang disebut fase acholis.
Warna kuning atau ikterikakan timbul bila kadar bilirubin dalam serum melebihin
2 mg/dl. Pada saat ini penderita baru menyadari bahwa ia menderita sakit kuning
atau hepatitis. Selam aminggu pertama dari fase ikterik, warna kuningnya akan
terus meningkat, selanjutnya menetap. Setelah 7-10 hari, secara perlahan warna
kuning pada mata dan kulit akan berkurang. Pada saat ini, keluhan yang ada
umumnya mulai berkurang dan penderita merasa lebih enak. Fase ikterik ini
berlangsung sekitar 2-3 minggu. Pada usia lebih lanjut, sering terjadi gejala
hambatan aliran empedu yang lebih berat sehingga menimbulkan warna kuning yang
lebih hebat dan berlangsung lebih lama.
4. Fase
penyembuhan
Ditandai dengan hilangnya keluhan
yang ada dan warna kuning mulai menghilang. Penderita merasa lebih segar
walaupun masih mudah lelah. Umumnya penyembuhan sempurna secara klinis dan
labolatoris memerlukan waktu sekitar 6 bulan setelah timbulnya penyakit.
Tidak
semua penyakit hepatitis mempunyai gejala klasik seperti di atas. Pada sebagian
orang infeksi dapat terjadi dengan gejala yang lebih ringan atau tanpa
memberikan gejala sama sekali. Bias jadi ada penderita hepatitis yang tidak
terlihat kuning. Namun, ada juga yang penyakitnya menjadi berat dan berakhir
dengan kematian yang dinamakan hepatitis fulminant.
Hepatitis fulminant ditandai dengan
warna kuning atau ikterus yang bertambah berat, suhu tubuh meningkat, terjadi
pendarahan akibat menurunnya factor pembekuan darah, timbulnya tanda-tanda
ensefaiopati berupa mengantuk, linglung, tidak mampu mengerjakan pekerjaan
sederhana, dan akhirnya kesadaran menurun hingga koma. Kadar bilirubin
transaminase SGOT (Serum Glutamic
Oxaloacetic Transaminase) dan SGPT (Serum
Glutamic Pyruvic Transaminase) serum sangat tinggi, juga terjadi
peningkatan sel darah putih. Keadaan ini menandakan adanya kematian sel
parenkim hati yang luas (Afifah,2003).
C.
DIAGNOSA
Melalui diagnosa dokter dapat
diketahui apakah seseorang menderita penyakit. Diagnose penyakit hepatitis,
termasuk hepatitis virus, umumnya ditegakkan berdasarkan hal berikut:
1. Gejala
klinis, seperti yang telah dibahas dia atas
2. Sarana
penunjang diagnostic, terutama pemeriksa laboraturium. Pemeriksaan laboraturium
yang penting untuk penyakit hepatitis adalah :
a. Pemeriksaan
biokimiawi terhadap tes faal hati seperti SGOT, SGPT, gamma GT, bilirubin,
alkali fosfatase, dan asam empedu.
b. Petanda
serologis untuk menentukan virus penyebab hepatitis. gagalnya fungsi hati.
D.
PENYEBAB
HEPATITIS
Sebenarnya hepatitis atau radang
hati dapat disebabkan oleh berbagai macam penyebab, seperti:
1. Virus
(penyebab terbanyak)
2. Bakteri,
misalnyta salmonella typhi,
3. Parasit
4. Obat-obatan
5. Bahan
kimia alami
6. Alcohol
7. Cacing
8. Gizi
yang buruk, dan
9. Autoimun
E.
JENIS-JENIS
PENYAKIT HEPATITIS
1.
Hepatitis
A
Dahulu disebut juga hepatitis
infeksiosa. Jenis ini disebabkan oleh virus hepatitis A (VHA). Di daerah
tropis, dilaporkan bahwa infeksi virus paling sering terjadi selama musim
hujan. Semua kelompok umur secara umum rawan terhadap inveksi VHA. Di negara
berkembang yang kondisi hygiene dan sanitasinya sangat rendah, sebagian anak
sudah terinfeksi sejak tahun pertama kelahiran atau sejak bayi. Hal ini dapat
diketahui dengan pemeriksaan antigen anti-VHA ketika pemeriksaan darah.
Semetara itu, di negara-negara maju, kejadian infeksi virus hepatitis A pada
bayi telah menurun, sehingga umumnya hanya menyerang usia muda dan dewasa. Hal
ini disebabkan kondisi social, ekonomi, hygiene, dan sanitasi yang lebih baik (Afifah,2003).
Cara penularan hepatitis A yang
paling dominan adalah melalui faecal oral
dari orang ke orang. Faecal oral berarti
penularan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi tinja (faeces)
penderita. Sering ditemukan kerang sebagai pembawa virus. Hepatitis A adalah
hepatitis dengan inkubasi pendek (Husamah,2012).
a.
Gejala
Klinis
Pada fase akut, hepatitis A umumnya
90% tidak memberikan gejala atau memberikan gejala tetapi ringan dan hanya 1%
yang disertai dengan gejala kuning (ikterik). Pada anak, manifestasinya sering
tidak menampakkan gejala dan tidak kuning (anikterik).
Gejala dan perjalanan klinis virus
hepatitis A akut secara umum dapat dibedakan dalam 4 stadium sebagai berikut.
1. Masa
inkubasi (masa tunas. Lamanya virus berada dalam darah adalah 14-49 hari,
rata-rata 30 hari. Kerusakan sel-sel hati terutama terjadi dalam stadium ini.
2. Fase
prodromal (pre-ikterik). Keluhan umumnya tidak spesifik, dapat berlangsung
selama 2-7 hari. Keluhan pada setiap individu sangat bervariasi, sehingga
sering menimbulkan kekeliruan pada saat mendiagnosis. Tidak jarang ada yang
menduga influensa, sakit maag, atau sakit sendi. Gejala yang timbul bias berupa
: lelah dan lemas, hilanbgnya nafsu makan, nyeri dan rasa tidak enak di perut,
mual dan muntah, demam yang kadang-kadang mengigil, sakit kepala, nyeri pada
sendi, pegal-pegal pada otot, diare, dan rasa tidak enak pada tenggorokan.
3. Fase
ikterik. Biasanya terjadi setelah demam turun, urine berwarna kuning pekat
seperti air teh. Bagian putih bola mata (sclera),
selaput lender langit-langit mulut, dan kulit berwarna kekuning-kuningan.
Pada fase ini warna kuning akan terus meningkat, selanjutnya menetap. Setelah
10-14 hari, secara perlahan-lahan warna kuning akan menurun. Dalam stadium ini
gejala klinis sudah mulai berkurang dan paskien merasa lebih baik. Pada orang
tua sering terjadi gejala hambatan aliran empedu (cholestasis) dengan kuning yang nyata dan berlangsung lama.
4. Fase
konvalesen (penyembuhan). Fase ini biasanya ditandai dengan kuning yangv nyata
dan berlangsung lama.
5. Fase
konvalesen (penyembuhan). Fase ini biasanya ditandai dengan menghilangnya
keluhan-keluhan, warna kuning mulai berkurang, penderita merasa segar kembali
meskipun masih cepat lelah. Umumnya, masa penyembuhan sempurna secara klinis
dan biokimia memerlukan waktu sekitar 6 bulan (Afifah,2003).
b.
Prognosis
Prognosis penyakit ini baik dan
relative cepat sembuh secara sempurna. Meskipun begitu, dalam beberapa kasus
sering terjadi penyimpangan sebagai berikut.
· Dua
puluh persen penderita memperlihatkan perjalanan polifasik, yakni setelah
penderita sembuh terjadi peningkatan SGPT yang bisa diketahui pada masa antara
50-90 hari setelah muncul keluhan.
· Hepatitius
kholestasis (hambatan aliran empedu), yang timbul pada sebagian kecil kasus
yang terjadi peningkatan kembali bilirubin serum yang baru menghilang 2-4 bulan
kemudian (prolonged cholestasis).
· Penyakit
hepatitis berkembang menjadi berat (hepatitis filminant). Hepatitis fulminant merupakan
komplikasi yang sangat jarang dan angka kematiannya sangat tinggi.
c.
Diagnosis
· Penderita
menunjukan gejala dan keluhan penyakit hepatitis A dan riwayat kontak dengan
penderita kepatitis A.
· Pemeriksa
fisik atau jasmani.
1. Warna kuning, yang paling mudah terlihat pada
sclera (bagian putih pada bola mata), kulit, dan selaput lender langit-langit
mulut.
2. Dalam
kasus yang berat (fulminant)
didapatkan bau mulut yang spesifik (foetor
hepatikum).
3. Terjadi
pembengkakan hati, 2-3 jari di bawah lengkung iga dengan konsistensi lunak,
tepi atau pinggirnya tajam, dan sedikit terasa nyeri jika ditekan.
4. Limpa
kadang-kadang lunak jika diraba.
· Pemeriksaan
laboratorium.
2.
Hepatitis
B
Dahulu disebut juga dengan
hepatitis serum yang disebabkan virus hepatitis B (VHB). Hepatitis B merupakan
masalah kesehatan yang serius, baik di dunia maupun di Indonesia, karena jumlah
penderitanya semakin meningkat. Diperkirakan lebih dari 2 milyar orang telah
terinfeksi virus ini. Di antara jumlah tersebut diperkirakan sebanyak 300 juta
orang penderita kronis yang menjadi carrier
(pengindap) virus tersebut. Sekitar 1-2 juta carrier meninggal dunia setiap tahunnya.
Berdasarkan berbagai penelitian
yang dilakukan di berbagai tempat di Indonesia disimpulkan bahwa Indonesia
termasuk kelompok negara-negara dengan endemisitas sedang sampai tinggi. Karean
infeksi virus herpatitius B merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius
dan mendesak, WHO menghimbau Indonesia untuk segera melaksanakan usaha pencegahan
terhadap infeksi virus hepatitis B (Afifah,2003).
Bila seseorang terkena serangan
virus hepatitis B dalam usia yang sangat dini, maka kemungkinannya menjadi
kronis jauh lebih besar. Sedangkan mereka yang sudah dewasa, bila terkena virus
ini banyak yang kemudian bisa sembuh sendiri (Sitorus,1996).
VHB mudah ditularkan kepada semua
orang. Sumber penularannya bisa berasal dari darah, cairan semen (sperma),
lendir kemaluan wanita (sekret vagina), dan darah menstruasi. Cara penularan
hepatitis B sebagai berikut.
1. Parenteral,
terjadi penembusan kulit atau mukosa melalui suntikan, transfusi darah,
tindakan operatif, perawatan gigi, tusuk jarum, pemakaian jarum suntik
bersama-sama, dan pembuatan tato.
2. Non-parenteral,
terjadi melalui hubungan antar-individu yang erat dan hubungan seksual.
3. Vertical,
berasal dari ibu yang HbsAg (+) atau pengindap, ditularkan kepada bayi yang
dilahirkan.
1.
Gejala
Klinis
Gejala-gejala klinis yang
diperlihatkan oleh pengindap hepatitis B sebagai berikut.
·
Tidak nafsu makan, mual, muntah, demam
ringan, rasa sakit di sisi kanan atas perut, lesu, cepat lelah terutama pada malam
hari, sakit kepala, air kencing berwarna pekat, serta warna kuning (ikterik)
pada bola mata.
·
Dalam pemeriksaan laboratorium terlihat
peningkatan serum transaminase (SGOT dan SGPT) dan terdeteksinya HbsAg atau
HbeAg.
2.
Prognosis
Jika seseorang terjangkit VHB,
proses perjalanan penyakitnya tergantung pada aktivitas terpadu system
pertahanan tubuhnya yang terdiri dari interferon dan respon imun. Jika system
pertahanan tubuhnya naik, infeksi virus hepatitis B akut akan diakhiri dengan
proses penyembuhan. Namun, jika system pertahanan tuibuhnya terganggu,
penyakitnya menjadi kronis.
3.
Diagnosis
a.
Anemnesa, penderita menunjukkan
gejala dan keluhan penyakit hepatitis B, dan riwayat kontak dengan hepatitis B.
b.
Pemeriksaan HbsAg, IgM anti-Hbcv,
IgG anti-Hbc, anti-Hbs, anti-Hbe, HBV-DNA.
3.
Hepatitis
C
Hepatitis yang di sebabkan oleh
virus hepatitis C dulu sering dikatakan sebagai hepatitis non-A non-B.
Hepatitis C pertama ditemukan pada tahun 1987. Penyakit hati kronik hepatitis
virus C telah menginfeksi 150 juta penduduk dunia dan sekitar 2,7 juta penduduk
Amerika. Di Asiua Tenggara prevalensi sekitar 2,5-4,9% penduduk. Sementara
itu,berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun 1994, di Indonesia
prevalensi Anti-VHC (+) sekitar 3,9% , tidak ada poerbedaan antara pria dan
wanita (Afifah,2003).
Prevalensi anti-VHC paling tinggi
terjadi pada orang yang berusia di atas 50 tahun, sekitar 11,4%. Survei pada
tahun 1999 yang dilakukan di rumah sakit swasta dan RSCM terhadap 203 pengguna
narkoba dengan umur 19,9 sampai 25,5 tahun menunjukkan hasil bahwa sebanyak
74,9% adalah Anti-VHC (+). Karena penggunaan narkoba semakin meningkat,
peningkatan jumlah penderita penyakit hepatitis C sangat perlu diantisipasi. Virus
hepatitis C menular melalui cara-cara sebagai berikut.
1. Secara
parenteral, penyebaran melalui transfuse darah atau produk darah. Virus
hepatitis C banyak menular melalui cara ini. Populasi dengan resiko tinggi
terlihat pada hemodialysis, mereka yang sering mendapat penyuntikan
obat-obatan. Sebagai contoh, penggunaan narkoba melalui suntikan dengan satu
jarum digunakan beramai-ramai, penderita hemophilia, dan talasemia.
2. Transmisi
horisontal, peran kontak orang ke orang dalam penularan hepatitis C belum
jelas. Penularan secara kontak erat kaitannya dengan penggunaan bersama alat
cukur atau sikat gigi dalam keluarga. Kemungkinan ini salah satu cara
penularan. Penelitian menunjukan prevalensi anti-VHC (+) ternyata lebih tinggi
terjadi pada anggota keluarga yang tinggal satu rumah dengan penderita
hepatitis C. penelitian baru-baru ini juga melaporkan prevalensi VHC meningkat
sekitar 11,4% pada mitra hubungan seksual para penderita VHC (+).
3. Transmisi
vertical, penularan dari ibu kepada bayinya, bias melalui transmisi vertical
(perinatal) walaupun kejadian penularan seperti ini relative sedikit.
1.
Gejala
Klinis
Masa inkubasi sekitar 2-26 minggu,
dengan rata-rata 8 minggu. Gejala atau manifestasi yang tidak spesifik
menyebabkan diagnostic hepatitis C akut sulit diketahui tanpa pemeriksaan
serologis. Hanya 4-12% hepatitis C akut yang memberikan gejala klinis berupa
rasa lelah, mual, muntah, tidak nafsu makan, ikterik (kuning), dan urine
berwarna seperti air the.
Gejala yang ditimbulakan hepatitis
C umumnya lebih ringan dibandingkan dengan hepatitis B, bahkan kadang-kadang
ditemukan penderita hepatitis C tanpa gejala. Meskipun begitu, sebagian besar
penderita yang terinfesksi hepatitis C alan menjurus menjadi kronik, yang
kejadiannya jauh lebih sering dibandingkan dengan hepatitis B, sekitar 50% yang
menjadi sirosis hati.
2.
Prognosis
Sekitar
80-90% penderita yang terkena infeksi akut hepatitis C akan berlanjut
penyakitnya menjadi hepatitis kronis. Kejadian menjadi kronis jauh lebih sering
terjadi dibandingkan dengan hepatitis B. Dilaporkan bahwa sekitar 20% penderita
akan mengalami sirosis hati yang berlanjut menjadi kanker hati (karsinoma
hepatoseluler). Selain itu, ada beberapa kasus hepatitis C bisa menjadi
fulminant jika terjadi superinfeksi dengan virus hepatitis B kronis.
3.
Diagnosis
a. Amnesa,
penderita menunjukan gejala dan keluhan penyakit hepatitis C dan riwayat kontak
dengan penderita hepatitis C.
b. Pemeriksaan
IgM anti-VHC dengan cara Ellisa. IgM anti-VHC (+) menunjukan adanya antibodi
terhadap VHC. Antibodi ini tidak menyatakan kekebalan tetapi menandakan adanya
partikel virus. Permeriksaan ini berguna untuk mendiagnosis infeksi akut
hepatitis C, mengetahui aktivitas VHC pada infeksi kronis, dan mengetahui
respon penderita hepatitis C kronis setelah pengobatan dengan interferon.
c. Pemeriksaan
VHC RNA dengan cara Biomolekul (PCR). Pemeriksaan ini dilakukan untuk
memastikan apakah penderita benar-benar mengindap VHC, menentukan prognosis,
dan mengukur respon penderita setelah pengobatan dengan interferon.
4.
Hepatitis
D
Virus hepatitis D (VHD) pertama
ditemukan pada tahun 1977 sebagai antigen hepatitis delta. Virus hepatitis
delta adalah suatu virus yang hidup dalam tubuh manusia dan tergantung pada
fungsi helper dari virus hepatitis B,
dalam hidup dan berkembangbiakannya. VHD bersifat pathogen, sangat mudah menginfeksi,
dan diketahui merupakan penyebab penyakit hati akut dan kronis. Secara klinis,
hepatitis ini lebih parah dibandingkan dengan bentuk hepatitis lainnya. Infeksi
VHD erat hubungannnya dengan VHB, begitu juga epidemiologinya. Infeksi
hepatitis B yang bersamaan dengan VHD akan meperburuk perjalanan klinis
penyakit hati, bahkan dapat menyebabkan hepatitis fulminant .
Penyakit ini dapat timbul karena
adanya ko-infeksi (infeksi VHD dan VHB terjadi secara bersamaan) atau
superinfeksi dengan VHB (penderita hepatitis B kronis atau pembawa HbsAg
terinfeksi oleh VHD). Ko-infeksi umumnya menyebabkan hepatitis akut dan bisa
disembuhkan secara total. Sementara itu, superinfeksi sering berkembang kea rah
kronis dengan tingkat yang lebih berat dan sering berakibat fatal.
Cara penularan VHD sama dengan VHB,
kecuali transmusi vertical, sebab VHD tidak ditularkan secara vertical. Di
samping itu, dalam hepatitis D, hubungan seksual merupakan salah satu cara
penularan yang cukup berperan (Afifah,2003).
1.
Diagnosis
a. Anamnesa.
b. Pemeriksaan
darah, mendeteksi IgM anti-VHD atau pengukuran IgG anti-VHD secara serial pada
bagian akut dan konvalesen menunjukan kenaikan titer (kadar zat terlarut)
sebanyak 4 kali. Pada hepatitis akut, anti-VHD sering muncul terlambat dan
cepat dan cepat menghilang. Karena itu, sebaiknya serum diambil pada saat akut,
30-40 hari sejak timbulnya gejala atau pada saat penyembuhan. Diagnosis secara
pasti diperoleh jika ada VHD pada bagian jaringan hati. Diagnosis infeksi
hepatitis D akut dan hepatitis D akut yang terjadinya bersamaan ditandai dengan
ditemukannya IgM anti-HBC yang merupakan tanda serologis untuk hepatitis B akut
dan IgM anti-VHD. Diagnosis hepatitis D akut pada pengindap VHB adalah
terdeteksinya HbsAg (+), dan IgM anti-VHD dengan titer tinggi dan IgM anti-HBC
(-).
5.
Hepatitis
E
Virus hepatitis E adalah suatu tipe
epidem non-A dan non-B yang penularannya secara enteric melalui air. Pada tahun
1987, di Indonesia terjadi serangan hepatitis E di Provinsi Kalimantan Barat
yang diduga akibat pencemaran air sungai yang digunakan untuk aktivitas
sehari-hari. Infeksi hepatitis E, virus di peroleh melalui faecal oral. Infeksi dengan virus ini sering terjadi di daerah yang
tingkat kebersihan dan sanitasinya rendah.
Di negara berkembang, jenis ini menyebabkan
penyakit hepatitis endemic yang umumnya menyerang orang usia muda sampai usia
menengah, sekitar 18-40 tahun. Gejala yang timbuk biasanya ringan, dapat sembuh
sendiri dan tidak pernah menjadi kronis. Namun, akan berakibat fatal jika
menyerang wanita hamil.
Masa inkubasinya sekitar 15-60
hari. Selanjutnya memasuki fase preikterik selama 1-10 hari dengan keluhan
nyeri lambung, mual, dan muntah. Fase ikterik berlangsung 12-15 hari dan
kembali normal setelah 1 bulan. Respon imunitas VHE hanya timbul sementara
sehingga diperkirakan tisak memberi kekebalan seumur hidup (Afifah,2003).
1.
Diagnosis
a. Anamnesia.
b. Pemeriksaan
tinja dengan mikroskop electron untuk mendeteksi partikel mirip virus yang
berukuran 27-34 mm.
c. Pemeriksaan
darah untuk anti-VHE. Pada masa akut terjadi peningkatan IgM anti-VHE yang
segera diikuti dengan peningkatan IgG anti-VHE. Peningkatan respon imunitas
hanya terjadi sementara, karena kadarnya akan menurun setelah 6 bulan dan akan
menghilang setelah 12 bulan.
6.
Hepatitis
F dan G
Jika
ada penderita hepatitis kronis non-B non-C dan penyebab lain tidak ditemukan,
kemungkinan terserang infeksi virus hepatitis F. Penularan hepatitis ini
melalui transfusi darah. Hepatitis G,
gejala klinisnya mirip dengan hepatitis C. Namun, penyebabnya berbeda. Virus
hepatitis G baru ditemukan, sehingga belum banyak diketahui tentang perjalanan
penyakitnya, ciri-ciri virus, dan reaksi tubuh terhadap virus ini (Afifah,2003).
F.
JENIS
TANAMAN HERBAL
1. Temulawak
Temulawak
(Curcuma xanthorhiza roxb) merupakan
jenis tanaman yang banyak ditemukan secara liar dibawah naungan pohon jati
maupun kebun. temulawak ini tumbuh tersebar mulai daratan rendah sampai
ketinggian 1.500 m diatas permukaan laut dengan curah hujan 1.500-4.000 mm.
temulawak ini mengandung zat warna kuning 1-2%yang terdiri dari curcumin dan
monodesmetoksi curcumin. Kandungan minyak atsirinya sekitar 5% dengan komponen
utama 1-sikloisopren mycren, b-curcumen, zanthorrhizo, germacron.
Cara
pengelolahannya biasa ditempuh untuk memanfaatkan rimpang temulawak sebagai
obat. Rimpang temulawak dicuci dan dikupas kulitnya lalu diparut, dan bahan
direbus dengan 6 gelas air hingga tersisa 3 gelas air. Air yang sudah mendidih
didinginkan lalu disaring (Afifah,2003).
2. Daun
Sendok
Daun
sendok (Plantago mayor atau Plantago asiatica) termasuk kedalam
famili Plantaginaceae. Daun sendok biasanyadikenal dengan beberapa nama daerah,
antara lain daun urat, ekor angin, kuping memanjang, dan lain-lain. Tanaman ini
merupakan gulma di perkebunan teh dan karet dengan ketinggian mencapai 3.300
meter di atas permukaan laut. Tanaman ini tumbuh tegak dengan tinggi sekitar
15-20 cm.
Daunnya
tunggal, bewarna hijau, dan tersusun dalam roset akar. Bentuk daun bulat telur
sanpai lanset melebar dengan ukuran panjang 5-10 cm. Daunnya mengandung kalium,
alkaloid yang tidak beracun, indikan (warna biru), aukubin (suatu glikosid),
plantagin, ivertin, dan emulsion (Afifah,2003).
3. Pegagan
Pegagan
(Centella asiatica) dikenal dengan
nama daerah pegaga, daun kaki kuda, pengganga, dan lain-lain. Herba yang
rasanya manis dan sejuk ini mengandung berbagai macam senyawa, antara lain asam
asiatat, asiatikosida, b-kariotena, b-karofilen, b-elemena, b-farnesen.
Kandungan asiatikosida dapat dimanfaatkan untuk mengobati penyakit lepra,
menyembuhkan luka, mengatasi radang tenggorokan, dan menghilangkan sakit perut
(Afifah,2003).
4. Kamboja
Kamboja
(Plumeria
rubra) termasuk famili Apocynaceae. Tanaman ini mempunyai nama lain bunga
kamboja, kamboyang, kolong susu, dan lain-lain. Tinggi tanamanbisa mencapai 7
meter. Batang pokok berukuran besar, berkayu, keras, dan bercabang banyak.
Helian daun berbentuk lanset dengan panjang 20-40 cm, lebar 6-12,5cm, ujungnya
runcing, dan bagian tepi rata.
Getah
berwarna putih mengandung dammar dan kautcuk. Kulit batang mengandung
plumierid, suatu zat pahit yang beracun. Daun dan batang mengandung
fulvoplumierin. Bunganya bisa berfungsi sebgai penurun panas, peluruh kencing,
dan penghilang batuk. Kulit batangnya bisa melancarkan buang air besar dan
mengobati hepatitis (Afifah,2003).
G. RESEP RAMUAN HERBAL
1.
Resep
1
Bahan :
Temulawak 3 rimpang, daun sendok 3
perdu, pegagan 3 genggam.
Cara Membuat :
Semua bahan dicuci bersih. Setelah
dicuci, temulawak dikupas, lalu diparut. Semua bahan direbus dengan 6 gelas air
hingga tersisia 3 gelas air. Air rebusan didinginkan, lalu disaring.
Aturan Pemakaian :
Diminum3 kali sehari, dosis 1 gelas
sekali minum. Sebelum diminum, bisa juga ramuan ditambah 1 sendok makan madu
untuk setiap 1 gelas. Pengobatan ini dilakukan hingga sembuh.
2.
Resep
2
Bahan :
Rimpang temulawak tua sebesar telur
itik, daun sendok 11 lembar, dan kunyit batang kamboja 1 jari.
Cara Membuat :
Semua bahan dicuci bersih. Setelah
dicuci, temulawak dikupas dan diiris tipis-tipis. Setelah itu semua bahan direbus
dengan 5 gelas air hingga tersisia 3 gelas air. Air rebusan didinginkan, lalu
disaring.
Aturan Pemakaian :
Diminum3 kali sehari, dosis 1 gelas
sekali minum. Pengobatan ini dilakukan hingga sembuh.
BAB III
METODE
DAFTAR PUSTAKA
Afifah,
Efi.2003.”Tanaman Obat untuk Mengatasi Hepatitis”.Jakarta:Argo Media Pustaka.
Dalimarta,
Setiawan.2005.”Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Hepatitis”.Jakarta : Swadaya.
Humasah.2012.”Kamus
Penyakit Pada Manusia”.Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Sitorus, Ronald
H.1996.”Pedoman Perawatan dan Pengobatan Berbagai Penyakit”.Bandung : CV.
Pionir Jaya.