Kamis, 08 Desember 2016

RAMUAN HERBAL UNTUK PENGOBATAN PENYAKIT HEPATITIS



RAMUAN HERBAL UNTUK PENGOBATAN PENYAKIT HEPATITIS
Desyana Natalia
Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota
NIM : 08161021

ABSTRAK
Hepatitis merupakan penyakit yang disebabkan oleh peradangan jaringan hati karena infeksi virus, bakteri Salmonella typhi, parasit, alkohol, cacing, obat-obatan, dan gizi yang buruk. Hepatitis juga dikenal dengan istilah sakit liver atau sakit kuning. Penyakit hepatitis terbanyak disebabkan oleh virus. Virus hepatitis terdiri dari virus hepatitis A, B, C, D, E, F, dan G.
Melihat hasil pengobatan penyakit hepatitis menggunakan pengobatan modern masih belum memuaskan dan angka kekambuhan yang cukup tinggi, dan harga pengobatan yang sangat mahal. Dengan harga pengobatan yang sangat mahal ini membuat beberapa penderita yang kurang mampu kesulitan untuk membayarnya. Sehingga membuat penderita beralih ke penggunaan metode pengobatan alternative atau pengobatan tradisional.
Kata kunci : hepatitis,  herbal, virus


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Hati merupakan pusat metabolisme tubuh yang mempunyai banyak fungsi dan penting untuk mempertahankan hidup. Posisi organ hati terletak di perut bagian kanan atas, yakni di belakang iga. Sebutan lain dari organ hati adalah liver atau hepar. Hati juga berperan dalam pertahanan tubuh, baik berupa proses penawar racun maupun fungsi perlindungan. Penyakit yang dapat menyerang organ hati salah satunya adalah penyakit hepatitis.
Hepatitis merupakan penyakit yang disebabkan oleh peradangan jaringan hati karena infeksi virus, bakteri Salmonella typhi, parasit, alkohol, cacing, obat-obatan, dan gizi yang buruk. Hepatitis juga dikenal dengan istilah sakit liver atau sakit kuning. Penyakit hepatitis terbanyak disebabkan oleh virus. Virus hepatitis terdiri dari virus hepatitis A, B, C, D, E, F, dan G. Berdasarkan perjalanan penyakitnya dibedakan menjadi hepatitis akut dan hepatitis kronis.(Dalimartha,2005)
Hepatitis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius baik di dunia maupun di Indonesia karena jumlah penderitanya yang semakin meningkat setiap tahunnya. Lebih dari 2 milyar penduduk dunia pernah terkena penyakit ini(Dalimartha,2005). Pengidap hepatitis juga semakin bertambah dengan adanya penggunaan narkotika berupa suntikan. Pada saat ini diperkirakan 400 juta penduduk dunia mengidap penyakit hepatitis. Upaya pengobatan penyakit hepatitis ini terus dilakukan agar dapat mengurangi penderita penyakit hepatitis.
Sampai saat ini terdapat 3 macam pengobatan hepatitis yang mendapat persetujuan dari FDA (Food and Drug Administration) yaitu IFN, lamivudien, dan adefovir dipivoxil. Pengobatan hepatitis juga mengalami kemajuan pesat dengan pengobatan kombinasi yaitu pegylated interferon dan ribavirin. Melihat hasil pengobatan penyakit hepatitis menggunakan pengobatan modern masih belum memuaskan dan angka kekambuhan yang cukup tinggi, dan harga pengobatan yang sangat mahal. Dengan harga pengobatan yang sangat mahal ini membuat beberapa penderita yang kurang mampu kesulitan untuk membayarnya. Sehingga membuat penderita beralih ke penggunaan metode pengobatan alternative atau pengobatan tradisional.(Dalimartha,2005)
Dengan adanya jurnal ini diharapkan masyarakat bisa menambah pengetahuannya karena sebenarnya di lingkungan sekitar terdapat tumbuhan obat yang berkhasiat antivirus, anti-inflammasi, antofibrosis imunomodulator yang dapat mengobati penyakit hepatitis.

1.2  Permasalahan
Berdasarkan latar belakang, dan fokus masalah di atas, maka di dapat dirumuskan suatu masalah yakni :
·       Bagaimana cara mengobati penyakit hepatitis tanpa mengeluarkan biaya yang mahal?
·       Bagaimana cara mengobati hepatitis menggunakan ramuan herbal ?
·       Bagaimana cara membuat ramuan herbal untuk pengobatan penyakit hepatitis ?

1.3 Tujuan
Sesuai dengan masalah yang diangkat di atas, tujuan penelitian ini adalah :
·       Untuk mengobati penyakit hepatitis tanpa mengeluarkan biaya yang mahal
·       Untuk mengobati hepatitis menggunakan ramuan herbal
·       Untuk membuat ramuan herbal untuk pengobatan penyakit hepatitis


BAB II
TINJAUAN TEORI
A.    PENGERTIAN HEPATITIS
Hepatitis adalah suatu proses peradangan pada jaringan hati. Secara popular dikenal juga dengan istilah penyakit hati, skit liver, atau sakit kuning. Namun, istilah sakit kuning (ikterik atau jaundice) dapat menimbulkan keracunan karena tidak semua sakit kuning disesbabkan oleh radang hati.
Penyakit hepatitis terbanyak disebabkan oleh virus. Berdasarkan perjalanan penyakitnya dibedakan menjadi hepatitis akut dan hepatitis kronis. Disebut hepatitis kronis, bila penyakitnya masih berlangsung setelah enam bulan.
Kencenderungan meningkatnya jumlah penderitaan hepatitis terutama oleh virus, saat ini sudah merupakan masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan penanganan lebih baik. Hal ini disebabkan sebagai infeksi virus hepatitis akan menjadi kronis, yang bisa berlanjut menjadi sirosis dan kanker hati, serta berakhir dengan kematian (Afifah,2003).
B.    GEJALA KLINIS
Setiap proses peradangan akan menimbulkan gejala.berat ringannya gejala yang timbul tergantung dari ganasnya penyebab penyakit (patogenitas) dan daya tahan tubuh penderita. Oleh karena penyebab terbanyak penyakit hepatitis disebabkan oleh virus maka pembahasan selanjutnya lebih ditekankan pada hepatitis virus. Keluhan dan gejala klinis penyakit hepatitis virus umumnya sama. Yang berbeda hanyalah perkembangan penyakitnya. Pada hepatitis akut terjadi peradangan (inflasi) diseluruh hati disertai dengan kematian (nekrosis) sel hati. Adanya inflamasi dan nekrosis sel hati akan memberikan gambaran khas secara klinis, biokimiawi, imunologis, dan morfologi penyakit yang menjadi dasar untuk menegakan diagnosis.
Secara umum penyakit hepatits mengenal empat stadium yang timbul akibat proses peradangan hati akut oleh virus, yaitu masa tunas, fase prodromal, fase kuning, dan fase penyembuhan.

1.     Masa tunas
Yaitu sejak masuknya virus pertama kali ke dalam tubuh sampai menimbulkan gejala klinis. Masa tunas dari masing-masing penyebab virus hepatitis tidaklah sama. kerusakan sel-sel hati terutama terjadi pada stadium ini.
2.     Fase prodromal
Fase ini berlangsung beberapa hari. Timbul gejala dan keluhan pada penderita seperti badan terasa lemas, cepat lelah, lesu, tidak nafsu makan, mual, muntah, dan lain-lain yang menjadi terasa sakit badan. Karena keluhan di atas seperti sakit flu, maka keadaan diatas disebut pula sindroma flu
3.     Fase kuning
Biasanya setelah suhu badan menurun, warna urine penderita berubah menjadi kuning pekat seperti air teh. Bagian putih dari bola mata menjadi kekuning-kuningan yang disebut juga ikterik. Bila terjadi hambatan aliran empedu yang masuk kedalam usus halus, maka tinja akan berubah warna pucat seperti dempul, yang disebut fase acholis. Warna kuning atau ikterikakan timbul bila kadar bilirubin dalam serum melebihin 2 mg/dl. Pada saat ini penderita baru menyadari bahwa ia menderita sakit kuning atau hepatitis. Selam aminggu pertama dari fase ikterik, warna kuningnya akan terus meningkat, selanjutnya menetap. Setelah 7-10 hari, secara perlahan warna kuning pada mata dan kulit akan berkurang. Pada saat ini, keluhan yang ada umumnya mulai berkurang dan penderita merasa lebih enak. Fase ikterik ini berlangsung sekitar 2-3 minggu. Pada usia lebih lanjut, sering terjadi gejala hambatan aliran empedu yang lebih berat sehingga menimbulkan warna kuning yang lebih hebat dan berlangsung lebih lama.
4.     Fase penyembuhan
Ditandai dengan hilangnya keluhan yang ada dan warna kuning mulai menghilang. Penderita merasa lebih segar walaupun masih mudah lelah. Umumnya penyembuhan sempurna secara klinis dan labolatoris memerlukan waktu sekitar 6 bulan setelah timbulnya penyakit.
Tidak semua penyakit hepatitis mempunyai gejala klasik seperti di atas. Pada sebagian orang infeksi dapat terjadi dengan gejala yang lebih ringan atau tanpa memberikan gejala sama sekali. Bias jadi ada penderita hepatitis yang tidak terlihat kuning. Namun, ada juga yang penyakitnya menjadi berat dan berakhir dengan kematian yang dinamakan hepatitis fulminant.
Hepatitis fulminant ditandai dengan warna kuning atau ikterus yang bertambah berat, suhu tubuh meningkat, terjadi pendarahan akibat menurunnya factor pembekuan darah, timbulnya tanda-tanda ensefaiopati berupa mengantuk, linglung, tidak mampu mengerjakan pekerjaan sederhana, dan akhirnya kesadaran menurun hingga koma. Kadar bilirubin transaminase SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) dan SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase) serum sangat tinggi, juga terjadi peningkatan sel darah putih. Keadaan ini menandakan adanya kematian sel parenkim hati yang luas (Afifah,2003).

C.    DIAGNOSA
Melalui diagnosa dokter dapat diketahui apakah seseorang menderita penyakit. Diagnose penyakit hepatitis, termasuk hepatitis virus, umumnya ditegakkan berdasarkan hal berikut:
1.     Gejala klinis, seperti yang telah dibahas dia atas
2.     Sarana penunjang diagnostic, terutama pemeriksa laboraturium. Pemeriksaan laboraturium yang penting untuk penyakit hepatitis adalah :
a.      Pemeriksaan biokimiawi terhadap tes faal hati seperti SGOT, SGPT, gamma GT, bilirubin, alkali fosfatase, dan asam empedu.
b.     Petanda serologis untuk menentukan virus penyebab hepatitis. gagalnya fungsi hati.

D.    PENYEBAB HEPATITIS
Sebenarnya hepatitis atau radang hati dapat disebabkan oleh berbagai macam penyebab, seperti:
1.     Virus (penyebab terbanyak)
2.     Bakteri, misalnyta salmonella typhi,
3.     Parasit
4.     Obat-obatan
5.     Bahan kimia alami
6.     Alcohol
7.     Cacing
8.     Gizi yang buruk, dan
9.     Autoimun

E.    JENIS-JENIS PENYAKIT HEPATITIS

1.     Hepatitis A
Dahulu disebut juga hepatitis infeksiosa. Jenis ini disebabkan oleh virus hepatitis A (VHA). Di daerah tropis, dilaporkan bahwa infeksi virus paling sering terjadi selama musim hujan. Semua kelompok umur secara umum rawan terhadap inveksi VHA. Di negara berkembang yang kondisi hygiene dan sanitasinya sangat rendah, sebagian anak sudah terinfeksi sejak tahun pertama kelahiran atau sejak bayi. Hal ini dapat diketahui dengan pemeriksaan antigen anti-VHA ketika pemeriksaan darah. Semetara itu, di negara-negara maju, kejadian infeksi virus hepatitis A pada bayi telah menurun, sehingga umumnya hanya menyerang usia muda dan dewasa. Hal ini disebabkan kondisi social, ekonomi, hygiene, dan sanitasi yang lebih baik (Afifah,2003).
Cara penularan hepatitis A yang paling dominan adalah melalui faecal oral dari orang ke orang. Faecal oral berarti penularan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi tinja (faeces) penderita. Sering ditemukan kerang sebagai pembawa virus. Hepatitis A adalah hepatitis dengan inkubasi pendek (Husamah,2012).

a.     Gejala Klinis
Pada fase akut, hepatitis A umumnya 90% tidak memberikan gejala atau memberikan gejala tetapi ringan dan hanya 1% yang disertai dengan gejala kuning (ikterik). Pada anak, manifestasinya sering tidak menampakkan gejala dan tidak kuning (anikterik).
Gejala dan perjalanan klinis virus hepatitis A akut secara umum dapat dibedakan dalam 4 stadium sebagai berikut.
1.     Masa inkubasi (masa tunas. Lamanya virus berada dalam darah adalah 14-49 hari, rata-rata 30 hari. Kerusakan sel-sel hati terutama terjadi dalam stadium ini.
2.     Fase prodromal (pre-ikterik). Keluhan umumnya tidak spesifik, dapat berlangsung selama 2-7 hari. Keluhan pada setiap individu sangat bervariasi, sehingga sering menimbulkan kekeliruan pada saat mendiagnosis. Tidak jarang ada yang menduga influensa, sakit maag, atau sakit sendi. Gejala yang timbul bias berupa : lelah dan lemas, hilanbgnya nafsu makan, nyeri dan rasa tidak enak di perut, mual dan muntah, demam yang kadang-kadang mengigil, sakit kepala, nyeri pada sendi, pegal-pegal pada otot, diare, dan rasa tidak enak pada tenggorokan.
3.     Fase ikterik. Biasanya terjadi setelah demam turun, urine berwarna kuning pekat seperti air teh. Bagian putih bola mata (sclera), selaput lender langit-langit mulut, dan kulit berwarna kekuning-kuningan. Pada fase ini warna kuning akan terus meningkat, selanjutnya menetap. Setelah 10-14 hari, secara perlahan-lahan warna kuning akan menurun. Dalam stadium ini gejala klinis sudah mulai berkurang dan paskien merasa lebih baik. Pada orang tua sering terjadi gejala hambatan aliran empedu (cholestasis) dengan kuning yang nyata dan berlangsung lama.
4.     Fase konvalesen (penyembuhan). Fase ini biasanya ditandai dengan kuning yangv nyata dan berlangsung lama.
5.     Fase konvalesen (penyembuhan). Fase ini biasanya ditandai dengan menghilangnya keluhan-keluhan, warna kuning mulai berkurang, penderita merasa segar kembali meskipun masih cepat lelah. Umumnya, masa penyembuhan sempurna secara klinis dan biokimia memerlukan waktu sekitar 6 bulan (Afifah,2003).

b.     Prognosis
Prognosis penyakit ini baik dan relative cepat sembuh secara sempurna. Meskipun begitu, dalam beberapa kasus sering terjadi penyimpangan sebagai berikut.
·       Dua puluh persen penderita memperlihatkan perjalanan polifasik, yakni setelah penderita sembuh terjadi peningkatan SGPT yang bisa diketahui pada masa antara 50-90 hari setelah muncul keluhan.
·       Hepatitius kholestasis (hambatan aliran empedu), yang timbul pada sebagian kecil kasus yang terjadi peningkatan kembali bilirubin serum yang baru menghilang 2-4 bulan kemudian (prolonged cholestasis).
·       Penyakit hepatitis berkembang menjadi berat (hepatitis filminant). Hepatitis fulminant merupakan komplikasi yang sangat jarang dan angka kematiannya sangat tinggi.

c.      Diagnosis
·       Penderita menunjukan gejala dan keluhan penyakit hepatitis A dan riwayat kontak dengan penderita kepatitis A.
·       Pemeriksa fisik atau jasmani.
1.      Warna kuning, yang paling mudah terlihat pada sclera (bagian putih pada bola mata), kulit, dan selaput lender langit-langit mulut.
2.     Dalam kasus yang berat (fulminant) didapatkan bau mulut yang spesifik (foetor hepatikum).
3.     Terjadi pembengkakan hati, 2-3 jari di bawah lengkung iga dengan konsistensi lunak, tepi atau pinggirnya tajam, dan sedikit terasa nyeri jika ditekan.
4.     Limpa kadang-kadang lunak jika diraba.
·       Pemeriksaan laboratorium.

2.     Hepatitis B
Dahulu disebut juga dengan hepatitis serum yang disebabkan virus hepatitis B (VHB). Hepatitis B merupakan masalah kesehatan yang serius, baik di dunia maupun di Indonesia, karena jumlah penderitanya semakin meningkat. Diperkirakan lebih dari 2 milyar orang telah terinfeksi virus ini. Di antara jumlah tersebut diperkirakan sebanyak 300 juta orang penderita kronis yang menjadi carrier (pengindap) virus tersebut. Sekitar 1-2 juta carrier meninggal dunia setiap tahunnya.
Berdasarkan berbagai penelitian yang dilakukan di berbagai tempat di Indonesia disimpulkan bahwa Indonesia termasuk kelompok negara-negara dengan endemisitas sedang sampai tinggi. Karean infeksi virus herpatitius B merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius dan mendesak, WHO menghimbau Indonesia untuk segera melaksanakan usaha pencegahan terhadap infeksi virus hepatitis B (Afifah,2003).
Bila seseorang terkena serangan virus hepatitis B dalam usia yang sangat dini, maka kemungkinannya menjadi kronis jauh lebih besar. Sedangkan mereka yang sudah dewasa, bila terkena virus ini banyak yang kemudian bisa sembuh sendiri (Sitorus,1996).
VHB mudah ditularkan kepada semua orang. Sumber penularannya bisa berasal dari darah, cairan semen (sperma), lendir kemaluan wanita (sekret vagina), dan darah menstruasi. Cara penularan hepatitis B sebagai berikut.
1.     Parenteral, terjadi penembusan kulit atau mukosa melalui suntikan, transfusi darah, tindakan operatif, perawatan gigi, tusuk jarum, pemakaian jarum suntik bersama-sama, dan pembuatan tato.
2.     Non-parenteral, terjadi melalui hubungan antar-individu yang erat dan hubungan seksual.
3.     Vertical, berasal dari ibu yang HbsAg (+) atau pengindap, ditularkan kepada bayi yang dilahirkan.

1.     Gejala Klinis
Gejala-gejala klinis yang diperlihatkan oleh pengindap hepatitis B sebagai berikut.
·       Tidak nafsu makan, mual, muntah, demam ringan, rasa sakit di sisi kanan atas perut, lesu, cepat lelah terutama pada malam hari, sakit kepala, air kencing berwarna pekat, serta warna kuning (ikterik) pada bola mata.
·       Dalam pemeriksaan laboratorium terlihat peningkatan serum transaminase (SGOT dan SGPT) dan terdeteksinya HbsAg atau HbeAg.

2.     Prognosis
Jika seseorang terjangkit VHB, proses perjalanan penyakitnya tergantung pada aktivitas terpadu system pertahanan tubuhnya yang terdiri dari interferon dan respon imun. Jika system pertahanan tubuhnya naik, infeksi virus hepatitis B akut akan diakhiri dengan proses penyembuhan. Namun, jika system pertahanan tuibuhnya terganggu, penyakitnya menjadi kronis.

3.     Diagnosis
a.     Anemnesa, penderita menunjukkan gejala dan keluhan penyakit hepatitis B, dan riwayat kontak dengan hepatitis B.
b.     Pemeriksaan HbsAg, IgM anti-Hbcv, IgG anti-Hbc, anti-Hbs, anti-Hbe, HBV-DNA.

3.     Hepatitis C
Hepatitis yang di sebabkan oleh virus hepatitis C dulu sering dikatakan sebagai hepatitis non-A non-B. Hepatitis C pertama ditemukan pada tahun 1987. Penyakit hati kronik hepatitis virus C telah menginfeksi 150 juta penduduk dunia dan sekitar 2,7 juta penduduk Amerika. Di Asiua Tenggara prevalensi sekitar 2,5-4,9% penduduk. Sementara itu,berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tahun 1994, di Indonesia prevalensi Anti-VHC (+) sekitar 3,9% , tidak ada poerbedaan antara pria dan wanita (Afifah,2003).
Prevalensi anti-VHC paling tinggi terjadi pada orang yang berusia di atas 50 tahun, sekitar 11,4%. Survei pada tahun 1999 yang dilakukan di rumah sakit swasta dan RSCM terhadap 203 pengguna narkoba dengan umur 19,9 sampai 25,5 tahun menunjukkan hasil bahwa sebanyak 74,9% adalah Anti-VHC (+). Karena penggunaan narkoba semakin meningkat, peningkatan jumlah penderita penyakit hepatitis C sangat perlu diantisipasi. Virus hepatitis C menular melalui cara-cara sebagai berikut.
1.     Secara parenteral, penyebaran melalui transfuse darah atau produk darah. Virus hepatitis C banyak menular melalui cara ini. Populasi dengan resiko tinggi terlihat pada hemodialysis, mereka yang sering mendapat penyuntikan obat-obatan. Sebagai contoh, penggunaan narkoba melalui suntikan dengan satu jarum digunakan beramai-ramai, penderita hemophilia, dan talasemia.
2.     Transmisi horisontal, peran kontak orang ke orang dalam penularan hepatitis C belum jelas. Penularan secara kontak erat kaitannya dengan penggunaan bersama alat cukur atau sikat gigi dalam keluarga. Kemungkinan ini salah satu cara penularan. Penelitian menunjukan prevalensi anti-VHC (+) ternyata lebih tinggi terjadi pada anggota keluarga yang tinggal satu rumah dengan penderita hepatitis C. penelitian baru-baru ini juga melaporkan prevalensi VHC meningkat sekitar 11,4% pada mitra hubungan seksual para penderita VHC (+).
3.     Transmisi vertical, penularan dari ibu kepada bayinya, bias melalui transmisi vertical (perinatal) walaupun kejadian penularan seperti ini relative sedikit.

1.     Gejala Klinis
Masa inkubasi sekitar 2-26 minggu, dengan rata-rata 8 minggu. Gejala atau manifestasi yang tidak spesifik menyebabkan diagnostic hepatitis C akut sulit diketahui tanpa pemeriksaan serologis. Hanya 4-12% hepatitis C akut yang memberikan gejala klinis berupa rasa lelah, mual, muntah, tidak nafsu makan, ikterik (kuning), dan urine berwarna seperti air the.
Gejala yang ditimbulakan hepatitis C umumnya lebih ringan dibandingkan dengan hepatitis B, bahkan kadang-kadang ditemukan penderita hepatitis C tanpa gejala. Meskipun begitu, sebagian besar penderita yang terinfesksi hepatitis C alan menjurus menjadi kronik, yang kejadiannya jauh lebih sering dibandingkan dengan hepatitis B, sekitar 50% yang menjadi sirosis hati.

2.     Prognosis
Sekitar 80-90% penderita yang terkena infeksi akut hepatitis C akan berlanjut penyakitnya menjadi hepatitis kronis. Kejadian menjadi kronis jauh lebih sering terjadi dibandingkan dengan hepatitis B. Dilaporkan bahwa sekitar 20% penderita akan mengalami sirosis hati yang berlanjut menjadi kanker hati (karsinoma hepatoseluler). Selain itu, ada beberapa kasus hepatitis C bisa menjadi fulminant jika terjadi superinfeksi dengan virus hepatitis B kronis.
3.     Diagnosis
a.      Amnesa, penderita menunjukan gejala dan keluhan penyakit hepatitis C dan riwayat kontak dengan penderita hepatitis C.
b.     Pemeriksaan IgM anti-VHC dengan cara Ellisa. IgM anti-VHC (+) menunjukan adanya antibodi terhadap VHC. Antibodi ini tidak menyatakan kekebalan tetapi menandakan adanya partikel virus. Permeriksaan ini berguna untuk mendiagnosis infeksi akut hepatitis C, mengetahui aktivitas VHC pada infeksi kronis, dan mengetahui respon penderita hepatitis C kronis setelah pengobatan dengan interferon.
c.      Pemeriksaan VHC RNA dengan cara Biomolekul (PCR). Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan apakah penderita benar-benar mengindap VHC, menentukan prognosis, dan mengukur respon penderita setelah pengobatan dengan interferon.

4.     Hepatitis D
Virus hepatitis D (VHD) pertama ditemukan pada tahun 1977 sebagai antigen hepatitis delta. Virus hepatitis delta adalah suatu virus yang hidup dalam tubuh manusia dan tergantung pada fungsi helper dari virus hepatitis B, dalam hidup dan berkembangbiakannya. VHD bersifat pathogen, sangat mudah menginfeksi, dan diketahui merupakan penyebab penyakit hati akut dan kronis. Secara klinis, hepatitis ini lebih parah dibandingkan dengan bentuk hepatitis lainnya. Infeksi VHD erat hubungannnya dengan VHB, begitu juga epidemiologinya. Infeksi hepatitis B yang bersamaan dengan VHD akan meperburuk perjalanan klinis penyakit hati, bahkan dapat menyebabkan hepatitis fulminant .
Penyakit ini dapat timbul karena adanya ko-infeksi (infeksi VHD dan VHB terjadi secara bersamaan) atau superinfeksi dengan VHB (penderita hepatitis B kronis atau pembawa HbsAg terinfeksi oleh VHD). Ko-infeksi umumnya menyebabkan hepatitis akut dan bisa disembuhkan secara total. Sementara itu, superinfeksi sering berkembang kea rah kronis dengan tingkat yang lebih berat dan sering berakibat fatal.
Cara penularan VHD sama dengan VHB, kecuali transmusi vertical, sebab VHD tidak ditularkan secara vertical. Di samping itu, dalam hepatitis D, hubungan seksual merupakan salah satu cara penularan yang cukup berperan (Afifah,2003).

1.     Diagnosis
a.      Anamnesa.
b.     Pemeriksaan darah, mendeteksi IgM anti-VHD atau pengukuran IgG anti-VHD secara serial pada bagian akut dan konvalesen menunjukan kenaikan titer (kadar zat terlarut) sebanyak 4 kali. Pada hepatitis akut, anti-VHD sering muncul terlambat dan cepat dan cepat menghilang. Karena itu, sebaiknya serum diambil pada saat akut, 30-40 hari sejak timbulnya gejala atau pada saat penyembuhan. Diagnosis secara pasti diperoleh jika ada VHD pada bagian jaringan hati. Diagnosis infeksi hepatitis D akut dan hepatitis D akut yang terjadinya bersamaan ditandai dengan ditemukannya IgM anti-HBC yang merupakan tanda serologis untuk hepatitis B akut dan IgM anti-VHD. Diagnosis hepatitis D akut pada pengindap VHB adalah terdeteksinya HbsAg (+), dan IgM anti-VHD dengan titer tinggi dan IgM anti-HBC (-).

5.     Hepatitis E
Virus hepatitis E adalah suatu tipe epidem non-A dan non-B yang penularannya secara enteric melalui air. Pada tahun 1987, di Indonesia terjadi serangan hepatitis E di Provinsi Kalimantan Barat yang diduga akibat pencemaran air sungai yang digunakan untuk aktivitas sehari-hari. Infeksi hepatitis E, virus di peroleh melalui faecal oral. Infeksi dengan virus ini sering terjadi di daerah yang tingkat kebersihan dan sanitasinya rendah.
Di negara berkembang, jenis ini menyebabkan penyakit hepatitis endemic yang umumnya menyerang orang usia muda sampai usia menengah, sekitar 18-40 tahun. Gejala yang timbuk biasanya ringan, dapat sembuh sendiri dan tidak pernah menjadi kronis. Namun, akan berakibat fatal jika menyerang wanita hamil.
Masa inkubasinya sekitar 15-60 hari. Selanjutnya memasuki fase preikterik selama 1-10 hari dengan keluhan nyeri lambung, mual, dan muntah. Fase ikterik berlangsung 12-15 hari dan kembali normal setelah 1 bulan. Respon imunitas VHE hanya timbul sementara sehingga diperkirakan tisak memberi kekebalan seumur hidup (Afifah,2003).

1.     Diagnosis
a.      Anamnesia.
b.     Pemeriksaan tinja dengan mikroskop electron untuk mendeteksi partikel mirip virus yang berukuran 27-34 mm.
c.      Pemeriksaan darah untuk anti-VHE. Pada masa akut terjadi peningkatan IgM anti-VHE yang segera diikuti dengan peningkatan IgG anti-VHE. Peningkatan respon imunitas hanya terjadi sementara, karena kadarnya akan menurun setelah 6 bulan dan akan menghilang setelah 12 bulan.

6.     Hepatitis F dan G
Jika ada penderita hepatitis kronis non-B non-C dan penyebab lain tidak ditemukan, kemungkinan terserang infeksi virus hepatitis F. Penularan hepatitis ini melalui transfusi darah. Hepatitis G, gejala klinisnya mirip dengan hepatitis C. Namun, penyebabnya berbeda. Virus hepatitis G baru ditemukan, sehingga belum banyak diketahui tentang perjalanan penyakitnya, ciri-ciri virus, dan reaksi tubuh terhadap virus ini (Afifah,2003).
F.     JENIS TANAMAN HERBAL
1.     Temulawak
      Temulawak (Curcuma xanthorhiza roxb) merupakan jenis tanaman yang banyak ditemukan secara liar dibawah naungan pohon jati maupun kebun. temulawak ini tumbuh tersebar mulai daratan rendah sampai ketinggian 1.500 m diatas permukaan laut dengan curah hujan 1.500-4.000 mm. temulawak ini mengandung zat warna kuning 1-2%yang terdiri dari curcumin dan monodesmetoksi curcumin. Kandungan minyak atsirinya sekitar 5% dengan komponen utama 1-sikloisopren mycren, b-curcumen, zanthorrhizo, germacron. 
      Cara pengelolahannya biasa ditempuh untuk memanfaatkan rimpang temulawak sebagai obat. Rimpang temulawak dicuci dan dikupas kulitnya lalu diparut, dan bahan direbus dengan 6 gelas air hingga tersisa 3 gelas air. Air yang sudah mendidih didinginkan lalu disaring (Afifah,2003).
2.     Daun Sendok
      Daun sendok (Plantago mayor atau Plantago asiatica) termasuk kedalam famili Plantaginaceae. Daun sendok biasanyadikenal dengan beberapa nama daerah, antara lain daun urat, ekor angin, kuping memanjang, dan lain-lain. Tanaman ini merupakan gulma di perkebunan teh dan karet dengan ketinggian mencapai 3.300 meter di atas permukaan laut. Tanaman ini tumbuh tegak dengan tinggi sekitar 15-20 cm.
      Daunnya tunggal, bewarna hijau, dan tersusun dalam roset akar. Bentuk daun bulat telur sanpai lanset melebar dengan ukuran panjang 5-10 cm. Daunnya mengandung kalium, alkaloid yang tidak beracun, indikan (warna biru), aukubin (suatu glikosid), plantagin, ivertin, dan emulsion (Afifah,2003).
3.     Pegagan
      Pegagan (Centella asiatica) dikenal dengan nama daerah pegaga, daun kaki kuda, pengganga, dan lain-lain. Herba yang rasanya manis dan sejuk ini mengandung berbagai macam senyawa, antara lain asam asiatat, asiatikosida, b-kariotena, b-karofilen, b-elemena, b-farnesen. Kandungan asiatikosida dapat dimanfaatkan untuk mengobati penyakit lepra, menyembuhkan luka, mengatasi radang tenggorokan, dan menghilangkan sakit perut (Afifah,2003).
4.     Kamboja
      Kamboja  (Plumeria rubra) termasuk famili Apocynaceae. Tanaman ini mempunyai nama lain bunga kamboja, kamboyang, kolong susu, dan lain-lain. Tinggi tanamanbisa mencapai 7 meter. Batang pokok berukuran besar, berkayu, keras, dan bercabang banyak. Helian daun berbentuk lanset dengan panjang 20-40 cm, lebar 6-12,5cm, ujungnya runcing, dan bagian tepi rata.
      Getah berwarna putih mengandung dammar dan kautcuk. Kulit batang mengandung plumierid, suatu zat pahit yang beracun. Daun dan batang mengandung fulvoplumierin. Bunganya bisa berfungsi sebgai penurun panas, peluruh kencing, dan penghilang batuk. Kulit batangnya bisa melancarkan buang air besar dan mengobati hepatitis (Afifah,2003).

G.   RESEP RAMUAN HERBAL
1.     Resep 1
Bahan                          :
Temulawak 3 rimpang, daun sendok 3 perdu, pegagan 3 genggam.
Cara Membuat                        :
Semua bahan dicuci bersih. Setelah dicuci, temulawak dikupas, lalu diparut. Semua bahan direbus dengan 6 gelas air hingga tersisia 3 gelas air. Air rebusan didinginkan, lalu disaring.
Aturan Pemakaian      :
Diminum3 kali sehari, dosis 1 gelas sekali minum. Sebelum diminum, bisa juga ramuan ditambah 1 sendok makan madu untuk setiap 1 gelas. Pengobatan ini dilakukan hingga sembuh.
2.     Resep 2
Bahan                          :
Rimpang temulawak tua sebesar telur itik, daun sendok 11 lembar, dan kunyit batang kamboja 1 jari.
Cara Membuat                        :
Semua bahan dicuci bersih. Setelah dicuci, temulawak dikupas dan diiris tipis-tipis. Setelah itu semua bahan direbus dengan 5 gelas air hingga tersisia 3 gelas air. Air rebusan didinginkan, lalu disaring.
Aturan Pemakaian      :
Diminum3 kali sehari, dosis 1 gelas sekali minum. Pengobatan ini dilakukan hingga sembuh.

BAB III
METODE
           

 
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, Efi.2003.”Tanaman Obat untuk Mengatasi Hepatitis”.Jakarta:Argo Media Pustaka.
Dalimarta, Setiawan.2005.”Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Hepatitis”.Jakarta  : Swadaya.
Humasah.2012.”Kamus Penyakit Pada Manusia”.Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Sitorus, Ronald H.1996.”Pedoman Perawatan dan Pengobatan Berbagai Penyakit”.Bandung : CV. Pionir Jaya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar