Kalimantan
Barat termasuk salah satu provinsi yang memiliki kondisi geografis yang khas
dan mempunyai ratusan sungai besar dan kecil sehingga dijuluki propinsi seribu
sungai. Pada umumnya sungai tersebut masih digunakan sebagai jalur angkutan alternative,
walaupun prasarana jalan darat telah dapat menjangkau sebagian besar kecamatan.
Hal ini terjadi karena sungai masih merupakan sarana transportasi murah yang
dapat menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya di wilayah Kalimantan
Barat. Selain itu, sungai merupakan sumber mata pecaharian keluarga dalam
bidang perikanan. Salah satu sungai yang ada di Kalimantan Barat adalah Sungai
Kapuas.
Sungai Kapuas
merupakan sungai terpanjang di Indonesia. Sungai Kapuas memiliki panjang 1.143
km dan menjadi urat nadi bagi kehidupan masyarakat Kalimantan Barat yaitu
sebagai sarana transportasi sungai, sumber irigasi, sumber perikanan dan lain sebagainya.
Terdapat berbagai masalah lingkungan yang dihadapi Sungai Kapuas, antara lain
masalah naiknya kadar garam musiman di sekitar muara, peningkatan endapan
lumpur, erosi, banjir, dan pendangkalan jalur perkapalan ke pelabuhan sungai. Daerah
estuaria Sungai Kapuas merupakan daerah yang sangat kompleks karena adanya
pengaruh seperti salinitas, suhu, sapuan arus, hempasan ombak dan pasang surut
laut (pasut). Interaksi antara aliran air dari Sungai Kapuas dan arus pasang
surut yang masuk dari laut berpengaruh terhadap dinamika hidrodinamika, intrusi
salinitas, dan proses transpor sedimen.
Muara
Sungai Kapuas dan perairan pantai sekitar muara merupakan alur pelayaran yang
sering mengalami pendangkalan yang membahayakan kapal - kapal yang melaluinya.
Pendangkalan ini terjadi akibat adanya pengendapan dan pengangkutan material
sedimen. Hal ini menyebabkan kedalaman alur pelayaran minimum yang aman bagi
pelayaran sedalam lebih dari 6 meter sulit untuk dipertahankan, sehingga upaya
pengerukan secara rutin sering dilaksanakan oleh pihak-pihak terkait yang
tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Jumarang (2012) tentang memodelkan dan mengkaji perubahan dasar
perairan atau ketebalan dasar perairan estuaria Sungai Kapuas yang mengalami
sedimentasi (pendangkalan). Pada penelitian yang dilakukan digunakan model
numerik hidrodinamika 2 dimensi menggunakan MIKE 21 yang dikembangkan oleh DHI Water & Environment untuk
mensimulasikan pola sirkulasi arus. MIKE 21 menggunakan fleksibel mesh dan telah banyak diaplikasikan dalam bidang
oseanografi, daerah coastal dan
estuaria.
Domain
model terdiri dari tiga batas terbuka, yaitu batas terbuka utara, barat dan
selatan dan pada tiap titik di batas terbuka ini digunakan elevasi pasang surut
yang diramalkan dengan Tidal Model Driver (TMD). Discharge sungai
(hulu) diberikan data sintetik yaitu 1568,7 m3/s, sedangkan data angin
diperoleh dari NCEP (National Centers for Environmental Prediction)
dan diberikan seragam untuk seluruh domain model tetapi bervariasi terhadap
waktu (angin 6 jam-an). Koefisien gesekan dasar menggunakan koefisien Manning
32 m1/3/s dan untuk suku turbulensi horizontal digunakan koefisien Smagorinsky
dengan nilai konstanta 0,28. Simulasi dilakukan dengan skenario, pasut, discharge
sungai dan angin sebagai pembangkit arus. Pada skenario yang dilakukan,
kecepatan arus hasil model diverifikasi dengan hasil prediksi Tidal Model
Driver (TMD). Titik – titik verifikasi tersebut diperlihatkan Gambar 1.
Pemilihan waktu cuplik pasang surut mengacu pada titik A pada Gambar 1.
Gambar
1. Titik-Titik Verifikasi Ditandai Dengan Nomor 1, 2, dan 3, Acuan Waktu Cuplik
Pasang Surut Ditandai Dengan Titik.
Sumber
: Jurnal Program Studi Oseanografi, Vol. 1, No. 1 (2011)
Pola
perubahan batimetri Muara Sungai Kapuas yang diperoleh dari hasil simulasi
model menggunakan gaya pembangkit pasang surut, debit sungai dan angin
disajikan per bulan. Perubahan batimetri muara sungai diketahui berdasarkan perubahan
ketebalan dasar muara sungai. Dari hasil simulasi akan terlihat daerah yang
mengalami abrasi/terkikis dan daerah akrasi/pengendapan. Daerah abrasi
ditunjukkan oleh nilai perubahan yang bertanda minus, demikian pula sebaliknya.
Perubahan ketebalan dasar perairan muara Sungai Kapuas pada bulan Januari s.d
Februari umumnya mengalami sedimentasi (pendangkalan) dengan perubahan
ketebalan sekitar 3 s.d 27 mm (Gambar 2 dan 3).
Gambar
2. Pola Perubahan Batimetri Pada Bulan Januari Di Muara Studi
Kasus Flokulasi
Sumber : Jurnal Program Studi Oseanografi, Vol. 1, No. 1 (2011)
Gambar 3. Pola Perubahan Batimetri Pada Bulan Februari Di Muara Studi Kasus Flokulasi
Sumber : Jurnal Program Studi Oseanografi, Vol. 1, No. 1 (2011)
Daerah
muara sungai yang mengalami pengikisan yaitu pada daerah percabangan anak
sungai Kapuas yang terletak pada bagian hulu daerah model yang dianalisis. Pada
bulan Maret, secara umum hanya bagian hulu daerah model yang mengalami
peningkatan pendangkalan hingga mencapai 45 mm. Pada daerah percabangan anak
sungai tetap mengalami pengikisan. Pengikisan pada daerah percabangan anak
sungai Kapuas mencapai ketebalan 51 mm dan terjadi sebelum percabangan.
Aktifitas sedimentasi di daerah dekat percabangan anak sungai tersebut
menunjukkan bahwa suplai air dari anak sungai berperan sebagai penyebab
terjadinya pengikisan. Sedangkan pada daerah muara sungai yang dekat dengan
mulut muara cenderung mengalami perubahan ketebalan yang hampir sama dengan
perubahan pada bulan Januari dan Februari (ketebalan sedimentasi sekitar 15 mm)
(Gambar 3).
Gambar
3. Pola Perubahan Batimetri Pada Bulan Maret Di Muara Studi Kasus Flokulasi
Sumber
: Jurnal Program Studi Oseanografi, Vol. 1, No. 1 (2011)
Pendangkalan
yang signifikan tersebut pada bulan April semakin bergerak ke arah muara hingga
mencapai daerah sebelum delta besar pada daerah model. Hal ini menunjukkan
bahwa material sedimen semakin jauh diendapkan ke daerah muara seiring dengan
peningkatan sedimentasi di daerah hulu daerah model. Proses sedimentasi
tersebut ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar
4. Pola Perubahan Batimetri Pada Bulan Aprildi Muara Studi Kasus Flokulasi
Sumber
: Jurnal Program Studi Oseanografi, Vol. 1, No. 1 (2011)
Dari penelitian
yang dilakukan oleh Jumarang (2012) dapat disimpulkan dalam rentang waktu
simulasi, muara sungai Kapuas umumnya mengalami pendangkalan dengan ketebalan
yang bervariasi. Pengendapan material sedimen terjadi hanya sampai pada daerah
sebelum delta Sungai Kapuas, bahkan pada mulut muara bagian utara terjadi
proses abrasi (pengikisan material dasar sungai). Karena terdapat sedimentasi
di perairan estuaria di Sungai Kapuas membuat kapal-kapal yang melewati Sungai
Kapuas terhambat pergerakannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim.1998. Pedoman Perencanaan dan Pengelolaan Pesisir Terpadu. Ditjen Pembangunan Daerah, Depdagri.
Hadi, S., N. S. Ningsih, A. Tarya. 2006.
Study insesional Variation of Cohecive Suspended Sediment Transport in Estuari
of Mahakam Delta by Using a Numerical Model, Jurnal Teknik Sipil, Vol. 13, No.
1
Hadi, S., N. S. Ningsih, A. Tarya. 2011.
Pola Sirkulasi Arus dan Salinitas Perairan Estuari Sungai Kapuas Kalimantan
Barat, Jurnal Program Studi Oseanografi, Vol. 1, No. 1
Jumarang, M. I., Muliadi,
Ihwan, A., 2008, Pola sirkulasi Arus Tiga Dimensi Perairan Pantai Kalimantan
Barat, Journal Aplikasi Fisika FMIPA Haluoleo University, Vol. 4
No.1, hal. 1-9
Jumarang, M. I., Muliadi, N. S.
Ningsih, 2012, Perubahan Dasar Perairan Estuari Sungai Kapuas Kalimantan Barat
(Studi Kasus : Bulan Januari s.d. April), Journal Ilmu Fisika Indonesia
Universitas Tanjungpura, Vol. 1 No.1.
Ningsih, N. S., B. Priyono, S. Hadi,
dan A. Tarya. 2007 . Studi Awal Pemodelan Numerik Transpor Sedimen 2D
Horisontal di Estuari Mahakam, Jurnal Teknologi Mineral, Vol. XIV, No.2
Pathirana, K. P. P., Yu, C. S., and
Berlamont, J. 1994., “Modelling Cohesive Sediment Transport in Tidal
Waters”, Hydro-Port 94, International Conference on Hydro-Technical
Engineering for Port and Harbor Construction. Yokosuka, Japan, October 19-21
Simpson, J.H. 1997. “Physical
Processes in the ROFI Regime”, Journal of Marine Systems 12
Supriharyono, 2000. Pelestarian dan
Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis:, PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Uncles, R. J., and Stephens, J. A.
1998. “Sediment Transport in the Humber-Ouse Estuary, UK, during May 1994”,
Physics of Estuary and Coastal Seas, Dronkers & Scheffers (eds) Balkema,
Rotterdam.