Senin, 19 Maret 2018

Perairan Estuaria Sungai Kapuas Kalimantan Barat


Kalimantan Barat termasuk salah satu provinsi yang memiliki kondisi geografis yang khas dan mempunyai ratusan sungai besar dan kecil sehingga dijuluki propinsi seribu sungai. Pada umumnya sungai tersebut masih digunakan sebagai jalur angkutan alternative, walaupun prasarana jalan darat telah dapat menjangkau sebagian besar kecamatan. Hal ini terjadi karena sungai masih merupakan sarana transportasi murah yang dapat menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya di wilayah Kalimantan Barat. Selain itu, sungai merupakan sumber mata pecaharian keluarga dalam bidang perikanan. Salah satu sungai yang ada di Kalimantan Barat adalah Sungai Kapuas.

Sungai Kapuas merupakan sungai terpanjang di Indonesia. Sungai Kapuas memiliki panjang 1.143 km dan menjadi urat nadi bagi kehidupan masyarakat Kalimantan Barat yaitu sebagai sarana transportasi sungai, sumber irigasi, sumber perikanan dan lain sebagainya. Terdapat berbagai masalah lingkungan yang dihadapi Sungai Kapuas, antara lain masalah naiknya kadar garam musiman di sekitar muara, peningkatan endapan lumpur, erosi, banjir, dan pendangkalan jalur perkapalan ke pelabuhan sungai. Daerah estuaria Sungai Kapuas merupakan daerah yang sangat kompleks karena adanya pengaruh seperti salinitas, suhu, sapuan arus, hempasan ombak dan pasang surut laut (pasut). Interaksi antara aliran air dari Sungai Kapuas dan arus pasang surut yang masuk dari laut berpengaruh terhadap dinamika hidrodinamika, intrusi salinitas, dan proses transpor sedimen. 
Muara Sungai Kapuas dan perairan pantai sekitar muara merupakan alur pelayaran yang sering mengalami pendangkalan yang membahayakan kapal - kapal yang melaluinya. Pendangkalan ini terjadi akibat adanya pengendapan dan pengangkutan material sedimen. Hal ini menyebabkan kedalaman alur pelayaran minimum yang aman bagi pelayaran sedalam lebih dari 6 meter sulit untuk dipertahankan, sehingga upaya pengerukan secara rutin sering dilaksanakan oleh pihak-pihak terkait yang tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jumarang (2012) tentang memodelkan dan mengkaji perubahan dasar perairan atau ketebalan dasar perairan estuaria Sungai Kapuas yang mengalami sedimentasi (pendangkalan). Pada penelitian yang dilakukan digunakan model numerik hidrodinamika 2 dimensi menggunakan MIKE 21 yang dikembangkan oleh DHI Water & Environment untuk mensimulasikan pola sirkulasi arus. MIKE 21 menggunakan fleksibel mesh dan telah banyak diaplikasikan dalam bidang oseanografi, daerah coastal dan estuaria.
Domain model terdiri dari tiga batas terbuka, yaitu batas terbuka utara, barat dan selatan dan pada tiap titik di batas terbuka ini digunakan elevasi pasang surut yang diramalkan dengan Tidal Model Driver (TMD). Discharge sungai (hulu) diberikan data sintetik yaitu 1568,7 m3/s, sedangkan data angin diperoleh dari NCEP (National Centers for Environmental Prediction) dan diberikan seragam untuk seluruh domain model tetapi bervariasi terhadap waktu (angin 6 jam-an). Koefisien gesekan dasar menggunakan koefisien Manning 32 m1/3/s dan untuk suku turbulensi horizontal digunakan koefisien Smagorinsky dengan nilai konstanta 0,28. Simulasi dilakukan dengan skenario, pasut, discharge sungai dan angin sebagai pembangkit arus. Pada skenario yang dilakukan, kecepatan arus hasil model diverifikasi dengan hasil prediksi Tidal Model Driver (TMD). Titik – titik verifikasi tersebut diperlihatkan Gambar 1. Pemilihan waktu cuplik pasang surut mengacu pada titik A pada Gambar 1.
Gambar 1. Titik-Titik Verifikasi Ditandai Dengan Nomor 1, 2, dan 3, Acuan Waktu Cuplik Pasang Surut Ditandai Dengan Titik.
Sumber : Jurnal Program Studi Oseanografi, Vol. 1, No. 1 (2011)
Pola perubahan batimetri Muara Sungai Kapuas yang diperoleh dari hasil simulasi model menggunakan gaya pembangkit pasang surut, debit sungai dan angin disajikan per bulan. Perubahan batimetri muara sungai diketahui berdasarkan perubahan ketebalan dasar muara sungai. Dari hasil simulasi akan terlihat daerah yang mengalami abrasi/terkikis dan daerah akrasi/pengendapan. Daerah abrasi ditunjukkan oleh nilai perubahan yang bertanda minus, demikian pula sebaliknya. Perubahan ketebalan dasar perairan muara Sungai Kapuas pada bulan Januari s.d Februari umumnya mengalami sedimentasi (pendangkalan) dengan perubahan ketebalan sekitar 3 s.d 27 mm (Gambar 2 dan 3).
Gambar 2. Pola Perubahan Batimetri Pada Bulan Januari  Di Muara Studi Kasus Flokulasi











Sumber : Jurnal Program Studi Oseanografi, Vol. 1, No. 1 (2011)
Gambar 3. Pola Perubahan Batimetri Pada Bulan  Februari Di Muara Studi Kasus Flokulasi
Sumber : Jurnal Program Studi Oseanografi, Vol. 1, No. 1 (2011)

Daerah muara sungai yang mengalami pengikisan yaitu pada daerah percabangan anak sungai Kapuas yang terletak pada bagian hulu daerah model yang dianalisis. Pada bulan Maret, secara umum hanya bagian hulu daerah model yang mengalami peningkatan pendangkalan hingga mencapai 45 mm. Pada daerah percabangan anak sungai tetap mengalami pengikisan. Pengikisan pada daerah percabangan anak sungai Kapuas mencapai ketebalan 51 mm dan terjadi sebelum percabangan. Aktifitas sedimentasi di daerah dekat percabangan anak sungai tersebut menunjukkan bahwa suplai air dari anak sungai berperan sebagai penyebab terjadinya pengikisan. Sedangkan pada daerah muara sungai yang dekat dengan mulut muara cenderung mengalami perubahan ketebalan yang hampir sama dengan perubahan pada bulan Januari dan Februari (ketebalan sedimentasi sekitar 15 mm) (Gambar 3).
Gambar 3. Pola Perubahan Batimetri Pada Bulan Maret Di Muara Studi Kasus Flokulasi
Sumber : Jurnal Program Studi Oseanografi, Vol. 1, No. 1 (2011)
Pendangkalan yang signifikan tersebut pada bulan April semakin bergerak ke arah muara hingga mencapai daerah sebelum delta besar pada daerah model. Hal ini menunjukkan bahwa material sedimen semakin jauh diendapkan ke daerah muara seiring dengan peningkatan sedimentasi di daerah hulu daerah model. Proses sedimentasi tersebut ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Pola Perubahan Batimetri Pada Bulan Aprildi Muara Studi Kasus Flokulasi
Sumber : Jurnal Program Studi Oseanografi, Vol. 1, No. 1 (2011)
Dari penelitian yang dilakukan oleh Jumarang (2012) dapat disimpulkan dalam rentang waktu simulasi, muara sungai Kapuas umumnya mengalami pendangkalan dengan ketebalan yang bervariasi. Pengendapan material sedimen terjadi hanya sampai pada daerah sebelum delta Sungai Kapuas, bahkan pada mulut muara bagian utara terjadi proses abrasi (pengikisan material dasar sungai). Karena terdapat sedimentasi di perairan estuaria di Sungai Kapuas membuat kapal-kapal yang melewati Sungai Kapuas terhambat pergerakannya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.1998. Pedoman Perencanaan dan Pengelolaan Pesisir Terpadu. Ditjen Pembangunan Daerah, Depdagri.
Hadi, S., N. S. Ningsih, A. Tarya. 2006. Study insesional Variation of Cohecive Suspended Sediment Transport in Estuari of Mahakam Delta by Using a Numerical Model, Jurnal Teknik Sipil, Vol. 13, No. 1
Hadi, S., N. S. Ningsih, A. Tarya. 2011. Pola Sirkulasi Arus dan Salinitas Perairan Estuari Sungai Kapuas Kalimantan Barat, Jurnal Program Studi Oseanografi, Vol. 1, No. 1
Jumarang, M. I., Muliadi, Ihwan, A., 2008, Pola sirkulasi Arus Tiga Dimensi Perairan Pantai Kalimantan Barat, Journal Aplikasi Fisika FMIPA Haluoleo University, Vol. 4 No.1, hal. 1-9
Jumarang, M. I., Muliadi, N. S. Ningsih, 2012, Perubahan Dasar Perairan Estuari Sungai Kapuas Kalimantan Barat (Studi Kasus : Bulan Januari s.d. April), Journal Ilmu Fisika Indonesia Universitas Tanjungpura, Vol. 1 No.1.
Ningsih, N. S., B. Priyono, S. Hadi, dan A. Tarya. 2007 . Studi Awal Pemodelan Numerik Transpor Sedimen 2D Horisontal di Estuari Mahakam, Jurnal Teknologi Mineral, Vol. XIV, No.2
Pathirana, K. P. P., Yu, C. S., and Berlamont, J. 1994., “Modelling Cohesive Sediment Transport in Tidal Waters”, Hydro-Port 94, International Conference on Hydro-Technical Engineering for Port and Harbor Construction. Yokosuka, Japan, October 19-21
Simpson, J.H. 1997. “Physical Processes in the ROFI Regime”, Journal of Marine Systems 12
Supriharyono, 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis:, PT. Gramedia Pustaka Utama.
Uncles, R. J., and Stephens, J. A. 1998. “Sediment Transport in the Humber-Ouse Estuary, UK, during May 1994”, Physics of Estuary and Coastal Seas, Dronkers & Scheffers (eds) Balkema, Rotterdam.

1 komentar:

  1. Thanks infonya, jangan lupa kunjungi website kami https://bit.ly/2wQOcqr

    BalasHapus